Likyo
Dan Kikyo
Di sebuah negeri nan permai,
terdapat sebuah desa dipinggir hutan yang bernama Crysta. Disana hiduplah
sebuah keluarga kaya raya. Namun kekayaannya tidak menjadikan mereka sombong,
malah sebaliknya mereka terkenal diseluruh antero negeri karena sifat
dermawannya kepada siapapun. Keluarga itu mempunyai sawah berhektar-hektar,
karena sifat dermawannya banyak penduduk yang bekerja sukarela di sawahnya. Keluarga
itu bernama keluarga Igrey. Pak Igrey dan Ibu Ceosa mempunyai satu anak
perempuan dan satu anak laki-laki, sebut saja Likyo dan Kikyo. Pak Igrey dan
Ibu Ceosa begitu menyayangi kedua anaknya, akan tetapi Likyo dan Kikyo tak
pernah akur. Mereka selalu saja bertengkar entah itu dimana. Kedua orang tuanya
sangat sedih melihat kedua anaknya. Mereka selalu berdoa kepada Tuhan agar
kedua anaknya dapat saling menyayangi.
Desa
Crysta sangat terkenal akan tanahnya subur. Namun, tiba-tiba musim kemarau panjang
melanda desa Crysta. Persawahan kering, tumbuhan dan hewan-hewan mati, banyak
juga penduduk yang meninggal setiap
harinya karena kekurangan air dan kelaparan, karena tidak adanya tumbuhan yang
hidup di musim kemarau. Semua penduduk sangat menderita, termasuk keluarga
Igrey. Ceographe, ketua adat Desa Crysta sekaligus orang yang bisa meramal masa
depan, mengumumkan bahwa kemarau ini akan berlangsung selama 10 tahun. Dia juga
mengatakan bahwa musim kemarau kali ini akan membawa bencana besar bagi desa Crysta,
dan bencana itu hanya dapat diubah oleh 2 manusia pemberani dan penyayang.
Semua penduduk sibuk membicarakan 2 manusia yang diramalkan oleh Ceographe. Mereka
semua berdoa kepada Tuhan agar 2 orang manusia itu segera muncul dan menolong
desa Crysta secepatnya.
Krisis
air terjadi dimana-mana. Pada suatu ketika air benar-benar hilang dari desa
Crysta. Air pun di impor dari desa lain dengan harga yang sangat mahal, yaitu
seharga satu gram emas untuk satu liternya. Kelurga Igrey pun jatuh miskin,
karena harta mereka sudah habis untuk membeli air. Tiba pada suatu saat, Pak
Igrey dan Ibu Ceosa mengutus kedua anaknya, Likyo dan Kikyo yang masih remaja pergi
ke hutan Krelan untuk mencari bunga Raynesh, karena didesa Crysta, jumlah anak
remaja dengan orang dewasa berbanding 1:4. Dan konon, Bunga Raynesh hanya mampu dipetik anak
laki-laki atau perempuan yang masih suci.
Bunga
Raynesh sendiri adalah bunga yang mampu mengubah musim kemarau menjadi musim
hujan. Untuk mendapatkannya diperlukan pengorbanan dan keberanian untuk
menghadapi berbagai tantangan dalam perjalanan.
Hutan
Krelan adalah hutan yang berada diutara desa Crysta yang terkenal akan
keangkerannya. Konon, hutan itu dihuni oleh Hantu Jeragi, yaitu hantu yang suka
memakan hati manusia. Hantu Jeragi bisa mencium darah manusia dari jarak 10 km.
Tapi, Jeragi memiliki kelemahan, mereka sangat takut dengan api, air dan cahaya.
Pada malam hari mereka keluar dari sarang untuk mencari mangsa, dan pada siang
hari menghilang bersembunyi didalam gua-gua dihutan.
Hutan
Krelan juga terkenal karena lumpur hidup yang menjadi salah satu penyebab
orag-orang tak pernah kembali lagi setelah memasuki hutan ini. Bukan hanya itu,
hutan Krelan juga mempunyai sungai yang airnya tak pernah habis, namanya sungai
Zainil. Sampai ada pepatah yang mengatakan, jangan sekali-sekali kau mencicipi
Zainil Krelan, jika kau masih ingin menggapai awan.
“Likyo
nggak mau pergi sama Kak Kyo,” rengek Likyo pada ibunya.
“Sayang,
kalo Likyo tetap sama Ibu, Likyo akan menderita, disini tidak ada air tidak ada
makanan. Likyo sayang sama Ibu dan Ayah kan?” ujar Ibu Ceosa meyakinkan Likyo.
“Jangan
jadi cengeng Likyo ! kamu mau lihat Ayah sama Ibu kelaparan?” Ucap Kikyo ketus.
Likyo terdiam, ia sadar bukan saatnya ia memikirkan dirinya sendiri.
Hari
itu, Likyo dan Kikyo memulai perjalanannya. Sebelum pergi Ibu Ceosa sempat
berpesan ‘Jangan mementingkan ego sendiri disaat kalian terdesak, yakin pada
hati dan kepercayaan satu sama lain,”. Likyo dan Kikyo pun pergi dengan membawa
bekal secukupnya, mereka berangkat pada pagi hari agar mereka bisa membuat
perlindungan sebelum Jeragi keluar dari sarang.
Baru
2 hari mereka berjalan, persedian air semakin menipis karena udara yang panas
menyebabkan mereka jadi cepat haus. Hari sudah mejelang sore, ayam hutan sudah
mulai berkokok. Likyo dan Kikyo segera membuat tenda yang disekelilingnya
diletakkan obor. Karena kecapekan mereka tertidur didalam tenda. Namun malam
menjelang, angin berhembus dengan sangat kencang dan menyebabkan obor-obor
disekelilignya mati. Tiba-tiba..
Brubrubru..
Koak.. Hihihihi..
Tenda
itu roboh disaat itu gerombolan Jeragi keluar dari sarang mereka dan mengejar
mereka berdua.
“Kakak,
para Geragi mengerjar kita,” teriak Likyo sambil terus berlari dibelakang
kakaknya. “Aku tak sanggup berlari lagi, ini jalan menanjak,”.
“Sanggup
atau tidak, kau harus bertahan. Yakin pada dirimu sendiri, kau harus bisa !”
Ujar Kikyo kepada adiknya lalu menggenggam tangan adiknya.
Para Geragi semakin cepat mengejar mereka.
Namun tanpa sengaja kaki Likyo tersandung oleh akar pohon besar, ia terjatuh.
Melihat sang adik terjatuh Kikyo segera menolong.
“Kak,
ambil.. ambil senter ditas ku! “ Teriak Likyo panik karena melihat para Geragi
semakin mendekat. Kikyo mencari-cari senter disetiap kantong tasnya. Kemudian
salah satu dari gerombolan Geragi ingin menelan kaki Likyo, dan..
Aaaaaa..
Geragi ituberteriak karena Kikyo menyorotkan lampu senter itu ke arah para
gerombolan Geragi. Mereka pun meleleh, bagaikan lilin yang dibakar namun
beberapa dari mereka memilih kabur.
Setelah
kejadian itu, mereka menjadi lebih waspasa menghadapi segala ancaman. Hari-hari
telah mereka lalui, rintangan-rintangan telah mereka jalani, kasih sayang pun
muncul antara Kikyo dan Likyo, tidak ada lagi pertengkaran. Dengan keyakinan
yang kuat mereka akhirnya menemukan bunga Raynesh yang mereka cari.
Sudah
dua minggu mereka pergi ke hutan Krelan. Likyo dan Kikyo pun pulang kedesa
Crysta dengan riang, dengan harapan
mereka bunga yang mereka cari dengan imbalan nyawa ini dapat berguna.
Namun, ketika mereka melangkahkan kaki memasuki desa, dijalan-jalan darah
berceceran tak terlihat lalu-lalang para warga.
“Ada
apa ini? Ayah, Ibu.. “ Ujar Likyo. Ia lalu berlari menuju rumahnya disusul oleh
Kikyo. Tapi, yang dilihatnya Ibu da
Ayahnya sudah tidak bernyawa lagi dengan kondisi dada yang telah robek dan usus
berceceran dilantai. Ternyata para Geragi masuk kekawasan penduduk karena
hewan-hewan dihutan sudah tidak ada akibat mati kekurangan air.
Likyo
dan Kikyo tertunduk, bunga yang pegang Likyo pun terjatuh dari tangan. Mereka
menangis, memohon kepada Tuhan agar mengembalikan kedua orang tua mereka.
Airmata kedua anak itu menetas di kelopak bunga Raynesh kemudian hujan turun
dengan rumahnya. Mereka menggendong kedua orang tua mereka lalu membawanya
keluar.
“Ya
Tuhan, Hidupkan kembali kedua orang tuaku, dengar permohonan ku ini Tuhan,” dan
tiba-tiba dada yang robek dan usus yang terurai kembali seperti semula akibat
tetesan air hujan. Ibu Ceosa dan Pak Igrey pun hidup kembali begitu juga warga
desa Crysta yang lain.
Sejak
saat itu, kemarau tak pernah terjadi lagi. Desa crysta menjadi desa yang
sejahtera. Mereka semua hidup bahagia dan saling menyayangi.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar